Terkait Kasus Korupsi, PLN Di Nilai Langgar HAM
MebidangNews, MEDAN: Vonis tiga tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan terhadap mantan manajer PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) karena terlibat kasus korupsi, patut diduga ada konspirasi.
Hal itu dikemukakan Direktur LBH Alwashliyah Kota Medan, Ibeng S Rani SH, kepada Waspada di ruang kerjanya, Jumat (25/7), ketika dimintai tanggapan serta pendapatnya mengenai vonis kejahatan korupsi yang dinilai cukup rendah atau minimal.
Menurut Ibeng, vonis tersebut sangat bertentangan dengan rasa keadilan dan patut menjadi dugaan terjadi permainan atau pengaturan vonis. Dengan potong tahanan lalu banding yang akhirnya terpidana bisa saja tidak menjalani hukuman badan.
Kenapa bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat? Tidak lain karena perbuatan terpidana korupsi tersebut sudah jelas melanggar Hak Azasi Manusia (HAM), tetapi sangat disesalkan serta disayangkan majelis hakim kurang jeli dalam persidangannya.
“Sudah jelas kebutuhan akan listrik dan air adalah HAM, tetapi kalau soal badan jalan rusak atau korupsi pembangunan atau perbaikan jalan tidak begitu adanya. Toh, kalau jalan rusak masih bisa kita cari alternatif. Tapi listrik padam dan air tidak mengalir, sudah tentu pengelolanya melanggar HAM. Pastinya, putusan vonis atas terpidana korupsi PLN itu sangat tidak mencerminkan rasa keadilan, sehingga wajar muncul sorotan maupun dugaan adanya konspirasi penyelamatan,” katanya.
Ibeng berharap adanya gerakan masyarakat terus memantau dan mengawasi vonis tersebut. Bahkan, melaporkan jika adanya dugaan permainan atau konspirasi tersebut, tentunya secara konstitusi.
Misalnya, kata dia, kalau ada dugaan konspirasi pada koridor kejaksaan maka laporkanlah oknum jaksanya, dan kalau majelis hakimnya, laporkanlah ke Komisi Yudisial. Terlebih lagi, kalau jaksa penuntut umum tidak banding atas putusan vonis korupsi yang sangat ringan atau rendah.
“Permainan itu harus diusut pihak berkompeten, dan kita takut tidak adanya proses hukum yang baik yang dijalankan terhadap kasus korupsi, terlebih yang terkait HAM,” sebutnya.
Menurut dia, menjelang lebaran maupun tahun baru, umumnya rawan dan rentan permainan bila terkait kasus pidana termasuk korupsi.
Hal itu dikemukakan Direktur LBH Alwashliyah Kota Medan, Ibeng S Rani SH, kepada Waspada di ruang kerjanya, Jumat (25/7), ketika dimintai tanggapan serta pendapatnya mengenai vonis kejahatan korupsi yang dinilai cukup rendah atau minimal.
Menurut Ibeng, vonis tersebut sangat bertentangan dengan rasa keadilan dan patut menjadi dugaan terjadi permainan atau pengaturan vonis. Dengan potong tahanan lalu banding yang akhirnya terpidana bisa saja tidak menjalani hukuman badan.
Kenapa bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat? Tidak lain karena perbuatan terpidana korupsi tersebut sudah jelas melanggar Hak Azasi Manusia (HAM), tetapi sangat disesalkan serta disayangkan majelis hakim kurang jeli dalam persidangannya.
“Sudah jelas kebutuhan akan listrik dan air adalah HAM, tetapi kalau soal badan jalan rusak atau korupsi pembangunan atau perbaikan jalan tidak begitu adanya. Toh, kalau jalan rusak masih bisa kita cari alternatif. Tapi listrik padam dan air tidak mengalir, sudah tentu pengelolanya melanggar HAM. Pastinya, putusan vonis atas terpidana korupsi PLN itu sangat tidak mencerminkan rasa keadilan, sehingga wajar muncul sorotan maupun dugaan adanya konspirasi penyelamatan,” katanya.
Ibeng berharap adanya gerakan masyarakat terus memantau dan mengawasi vonis tersebut. Bahkan, melaporkan jika adanya dugaan permainan atau konspirasi tersebut, tentunya secara konstitusi.
Misalnya, kata dia, kalau ada dugaan konspirasi pada koridor kejaksaan maka laporkanlah oknum jaksanya, dan kalau majelis hakimnya, laporkanlah ke Komisi Yudisial. Terlebih lagi, kalau jaksa penuntut umum tidak banding atas putusan vonis korupsi yang sangat ringan atau rendah.
“Permainan itu harus diusut pihak berkompeten, dan kita takut tidak adanya proses hukum yang baik yang dijalankan terhadap kasus korupsi, terlebih yang terkait HAM,” sebutnya.
Menurut dia, menjelang lebaran maupun tahun baru, umumnya rawan dan rentan permainan bila terkait kasus pidana termasuk korupsi.
Kesimpulannya, wajar dan patut bila ada yang menduga maupun mensinyalir ada pengaturan vonis sehingga bisa terjadi terpidana tidak menjalani hukuman badan. Justru itu kita minta masyarakat bertindak secara konstitusi.
Sedangkan masih terjadinya pemadaman, Ibeng menegaskan, PLN dan oknumoknum perusahaan negara tersebut tidak pernah serius mengatasi persoalan listrik di Sumatera Utara, sehingga diduga ada permainan menyetel pemadaman.
“Patut disinyalir ada permainan di manajemen PLN itu sendiri dalam pengaturan pemadaman. Buktinya, ketika berlangsung sepak bola piala dunia, listrik PLN tidak padam, namun ternyata setelah itu mulai pemadaman kembali,” tuturnya.
Selain itu, kata dia, persoalan kurangnya daya adalah alasan klasik yang telah ada sejak Bung Karno, Soeharto, BJ Habibie dan hingga sekarang. Ini bukti bahwa PLN memang tidak pernah serius mengatasi persoalan listrik, terutama di Sumut.
Berkaitan dengan kondisi tersebut, praktisi hukum ini juga meminta ketegasan pihak berkompeten memeriksa dan mengusut, serta menginvestigasi dugaan adanya permainan pengaturan pemadaman itu.
Kafe
Sementara itu, terkait menjamurnya kafe remangremang di pinggiran Kota Medan dan yang masuk wilayah Kabupaten Deliserdang, menurut Ibeng, seharusnya Pemko Medan dan Pemkab Deliserdang duduk bersama mengatasinya. Terutama, Muspika, lebih khusus lagi adalah polisinya tanggap, sebab tidak mungkin polisi tidak mengetahui itu ada.
“Pemko Medan dan Pemkab Deliserdang tidak tanggap atas keresahan masyarakat, terlebih polisinya, dan juga Muspika setempat,” katanya. *Waspada
Tinggalkan Komentar Anda