Slider[Style1]

binjai smart city

Style2

lsm peka

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5


Kemarin, Selasa (1/7/2014), ibu kota Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Kota Medan tepat berusia 424 tahun. Untuk memperingati itu, sejumlah elemen mahasiswa asal Kabupaten Karo, menggelar Ziarah Napak Tilas Guru Patimpus, selaku pendiri Kota Medan pada tahun 1590 silam.
Bagaimana proses ziarah dalam rangka memperingati asal muasal berdirinya Kota Medan, yang lantas menjadi Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara ini?
Sekira 100-an mahasiswa berpakaian hitam-hitam dan mengenakan kain ulos khas suku Karo yang tergabung dalam sejumlah elemen, seperti Sanggar Karo Indonesia, Simalem Art, Aktivis Budaya Karo dan Ikatan Mahasiswa Karo se-Kota Medan, berkumpul di Bundaran Majestyk, Jalan Gatot Subroto Medan, tepat sekira pukul 17.00 WIB.
Dengan berbaris yang dikomandoi dengan empat sosok yang masing-masing mengenakan warna kebesarannya, seperti merah sebagai simbol warna seorang raja, hitam  sebagai pengawal, kuning merupakan ratu dan putih merupakan putra raja. Ditambah sosok lainnya yang terlihat terus mengganggu keempat sosok itu, yakni sosok burung yang diperlambangkan sebagai orang jahat yang ingin merebut putri raja.
Kelima sosok itu lantas menuntun para mahasiswa itu berjalan ke arah patung Guru Patimpus, yang hanya berjarak sekira 500 meter.
Astron Madya Tarigan, koordinator aksi yang berasal dari Sanggar Karo Indonesia menuturkan, jika kelima sosok itu merupakan tarian rakyat yang disebut Gundala-gundala.
"Tari gundala-gundala, yang menceritakan seorang panglima yang menjaga tuan putri. Lebih dari itu, juga untuk meminta hujan," ungkap pria yang kental logat Karonya ini.
Sesampainya di bawah patung Guru Patimpus, mereka lantas duduk lesehan di aspal dengan mendengarkan alunan musik khas Karo yang dimainkan oleh rekan-rekan mereka lainnya.
Tepat sekira pukul 18.00 WIB, Astron Madya memandu para mahasiswa lainnya untuk masuk ke area patung yang sekelilingnya dipagari besi. Tepat berada di ujung bibir kolam, yang ditengahnya berdiri tegak patung Guru Patimpus, para mahasiswa asal Karo tersebut memasang obor dan lilin di sekeliling kolam melingkari patung tersebut sebanyak 424 buah, sebagai perlambang usia Kota Medan.
Sebelumnya, para mahasiswa asal Karo tersebut sempat berdendang dan menari diiringi alunan musik khas Karo yang dimainkan mahasiswa lainnya. Terdengar nyanyian "Mejuah, juah".
"Kami terpanggil untuk mengenang jasa-jasa Guru Patimpus sebagai pendiri Kota Medan dan melalui momen ini menunjukkan jika para mahasiswa Karo peduli terhadap leluhur yang telah mendirikan Kota Medan ini. Akan kita rekomendasikan ke Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk setiap tahun digelar agenda seperti ini," cetusnya. 

Dalam aksi itu, salah seorang mahasiswa dengan mikropon dan pengeras suaranya membacakan sebuah monolog yang berjudul "Peduli Guru Patimpus Sembiring Pelawi 2014, sejarah singkat Guru Patimpus Sembiring Pelawi (Pendiri Kota Medan 1950). Guru Patimpus Sembiring Pelawi, lahir di Aji Jahe (salah satu kampung di Kabupaten Karo), hidup sekitar akhir abad ke 16 dan awal abad 17.
Ia menikah di Batu Karang dengan Br Bangun dan mendirikan Kampung Perbaji, mempunyai anak laki-laki bernama Bagelit. Ia juga seorang guru yang dalam Bahasa Karo berarti seorang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan, ilmu obat-obatan, ilmu gaib dan memiliki kesaktian namun berjiwa penuh kemanusiaan, lemah lembut dalam bertutur kata, mempunyai karakteristik yang simpatik, berwibawa, berjiwa besar dan pemberani.

Dengan menuruni lembah, melewati hutan dan binatang buas, ia mendaki tebing-tebing yang tinggi, terjal dan curam, dengan menelusuri aliran Lau Petani, menuju ke satu bandar di hilir Sungai Deli. Setelah beberapa lama bermukim, ia kawon dengan seorang putri dari Pulo Brayan keturunan anak Panglima Denai bermarga Tarigan dan sekitar tahun 1590 Masehi.

Ia membuka dan mendirikan kampung di pertemuan dua sungai yaitu Sungai Deli dan Babura yang dinamai Medan. Dari perkawinan ini, lahir seorang putra yang diberi nama Hafis Muda. Dari sinilah silsilah keturunan Datuk Wajir Urung Sepuluh Dua Kuta (Datuk Hamparan Perak), keturunan terakhir dari generasi ke XV adalah Datuk Adil Freddy Haberham SE, salah seorang Datuk Empat Suku di Kesultanan Deli.
Sejarah berdirinya Kota Medan bermula saat Guru Patimpus membuka sebuah Kampung Medan, yang semula dalam bahasa karo disebut Madan (Sembuh, baik). Arti nama Guru Patimpus Sembiring Pelawi, Guru adalah seorang ahli berbagai ilmu pengetahuan, obat-obatan, ilmu gaib dan memiliki kesaktian, Pa memiliki dua arti, yakni panggilan untuk seorang laki-laki yang sudah memiliki anak dan panggilan untuk menyatakan sifat sesorang terutama bagi laki-laki. Dan Timpus adalah sarung atau kain yang diikatkan di atas pundak yang diisi bekal makanan atau keperluan perjalanan. Sembiring merupakan salah satu marga dalam suku karo. Marga2 tersebut adalah Karo-karo, Ginting, Tarigan, Sembiring dan Perangin-angin. Dan Pelawi adalah salah satu cabang marga yang masuk ke dalam induk marga Sembiring.

"Ini bentuk penghargaan kepada leluhur, dan kami berharap semua ini dilestarikan," ungkap dua panitia penyelenggara kepada Pro Media, Joel Sebayang dan Denhas Sembiring Maha.

Ziarah napak tilas itu sendiri, baru berakhir pada sekira pukul 21.00 WIB, dengan menjadwalkan beberapa agenda. Selain pawai massal dari tugu Bundaran Majestyk ke Tugu Guru Patimpus, penyalaan obor dan lilin sebanyak 424 buah, performance Tari Gundala-gundala dan juga Tari Kehamaten.

Foto : Net/Sejumlah mahasiswa dari Etnis Karo di Kota Medan, Sumut, membawakan Tari Gundala-Gundala didepan tugu Guru Patimpus Sembiring Pelawi, di Jalan S Parman Ujung, Medan, Selasa (1/7/2014), dalam rangka memperingati hari jadi Kota Medan ke 242.


Sumber: SumutDaily

binjai smart city

About Mebidangnews.com

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

Tinggalkan Komentar Anda

comments

Top